A. PENDAHULUAN
Istilah mountainerring banyak
dikenal di Indonesia tetapi penjabarannya tidak sesuai dengan maksud
sebenarnya. Ada yang berpendapat bahwa perjalanan pendakian gunung adalah mountaineering,
karena olah raga ini muncul dari kegiatan pendakian gunung, maka tidak salah
bila orang mengartikan istilah mountaineering
sebagai perjalanan pendakian gunung. Ada pula yang mengatakan teknik turun
tebing dengan peralatan dan tali yang disebut mountaineering.
Perkembangan lebih lanjut istilah ini mengarah pada aktifitas yang berhubungan
dengan perjalanan atau perlintasan di alam bebas, sehingga berbagai kegiatan
alam bebas masuk dalam istilah mountaineering.
Dari hal-hal tersebut di atas dapat
diketahui bahwa ruang lingkup Mounteneering sangat luas. Karena segala
aktivitas di alam bebas (outdoor activity) dapat dimasukkan didalamnya. Dimana
kegiatan dialam bebas itu sendiri mencakup banyak hal, antara lain berkemah,
naik gunung (mendaki), caving, mendayung, panjat dan lain-lain. Intinya Mounteneering adalah semua kegiatan alam bebas yang memerlukan keahlian dalam menggunakan peralatan (equipment) tertentu dan khusus.
B. PENGENALAN
ALAT MOUNTAINEERING
Dalam kegiatan Mountaineering kesiapan
segala sesuatu sangatlah penting persiapan fisik dan persiaoan non fisik
seperti peralatan. Peralatan-peralatan tersebut banyak dipergunakan dalam
kegiatan panjat tebing, caving, naik turun terbing dan masih banyak lainnya.
Macam-macam peralatan
Mountaineering:
1. Tali
Menurut bahan yang dipakai, tali dibagi atas dua
macam, yaitu tali serat alam (serat nenas atau vanilla) dan tali serat
sintetis. Pilihlah jenis tali yang tepat untuk keadaan medan yang dipakai. Di
dalam kegiatan di alam bebas kadang kita menggunakan tali yang kuat dan biasa
disebut Karmantel.
Sedangkan
untuk jenis karmantel ini sendiri ada dua macam, yaitu:
a. Karmantel
Dinamis
Karmanetl ini biasa
digunakan dalam rock climbing, dimana bagian intinya dianyam dan lapisan luar
terdiri dari anyaman yang tidak terlalu rapat serta mempunyai daya lentur yang
cukup tinggi (25%). Ukuran tali yang
biasa digunakan adalah yang berdiameter 11 mm dengan panjang kurang lebih 45 m
(150). Sering pula dipakai yang berukuran diameter 9 mm yang relative lebih
ringan dan cukup kuat tetapi mudah putus jika tergeser.
b. Karmentel
Statis
Karmentel ini biasanya digunakan dalam kegiatan
caving (spelology). Dimana bagian dalamnya tidak dianyam sehingga daya lenturnya
rendah (10%), sedangkan lapisan luarnya dianyam rapat sekali sehingga air dalam
lumpur tidak mudah masuk kedalamnya.
2. Karbiner
Adalah sebuah alat yang berbentuk oval dan
mempunyai pintu yang berfungsi hampir semua sama dengan peniti. Biasanya alat
ini dibuat dari alumunium alloy dan mempunyai kekuatan 2.700 pounds – 5.000
pounds.
Sedangkan
menurut jenisnya carabiner terbagi dua macam:
a. Karabiner
non screw gate
b. Karabiner
screw gate
Sedang
menurut bentuknya karabiner terbagi 2 bentuk:
a. Bentuk
bulat telur (oval)
b. Bentuk
- D
3. Harness
Setiap harness bisa
digunakan untuk situasi yang apapun, tetapi menggunakan harness yang khusus
untuk situasi tertentu sangat menguntungkan. Missal penggunaan harness untuk panjat berbeda dengan harness untuk caving.
Harness
dapat dikelompokkan menjadi 4 berdasarkan rancangan dasar:
a.
Harnes
kursi (Seat Harnes) yang terdiri dari satu utas webbing utuh.
b. Harnes
popok (Diaper Hernes) yang cara pemasangannya mirip popok bayi.
c.
Harnes
Pinggang dan sabuk pinggang dan 2 sabuk paha
d. Harnes
dada
Penggunaan dan Pemeliharaan Harnes
Pensiunkan harnes jika:
-
Memperlihatkan
tanda-tanda keusangan seperti luntur atau goresan yang parah.
-
Setelah
dipakai jatuh yang cukup parah.
-
Setelah
berumur 2 tahun, jika hanya digunakan rutin tiap akhir pekan harus diperiksa
ulang.
Umur
harnes dapat diperpanjang dengan menguraikan simpul tali perlahan-lahan, bukan
mencabutnya dengan kasar dari titik pemikatnya (teo-in points) di harnes, yang
akan mempercepat keausan.
4. Helm
Helm dibedakan menurut penggunaannya di lapangan, misalnya
helm caving, helm panjat, helm sepeda dan lain-lain. Helm berfungsi untuk
melindungi kepala dari jatuhan batu, benturan tebing ataupun pada waktu kita
jatuh.
5. Sepatu
Fungsinya untuk melindungi kaki dari bantuan yang
diinjak, mungkin panas terkena sinar matahari atau tajamnya batuan.
6. Alat-alat
Penambatan
Semua alat penambatan ini
fungsinya adalah untuk membelay seorang yang akan memanjat pertama (leader) dan
juga untuk membelay pemanjat berikutnya.
Adapun alat penambatan yang kita kenal ada 4
macam, yaitu:
a. Penambatan
Tubuh (Figure of Eight)
b. Italian
Hitch/Munter Hitch
c. Sticht
Plate
d. Tuber
7. Runner/Stopper
Fungsi runner adalah
sebagai alat untuk pengaman yang ada di tebing (alam) maupun alat yang dipasang
sendiri oleh pemanjat/pendaki sebagai pengaman dalam pemanjatannya. Jenis-jenis
runner yang kita kenal ada beberapa macam:
1) Paku
tebing (piton)
2) Bong-bong
3) Friend
4) Hexentric
5) Chock
6) Rurp
8. Etrier/Stir
up (Tangga)
Digunakan bila route yang dilalui sulit, karena
tipisnya pijakan dan pegangan serta adanya tebing menggantung. Maka alat ini
akan berguna dalam usaha menambah ketinggian pemanjat.
9. Hammer
(Palu)
Alat ini digunakan pada pemanjatan artificial,
dimana seorang pemanjat apabila akan memasang piton tebing ia akan menggunakan
palu ini untuk memukul piton tebing tadi.
10. Ascendeur
(Jumar)
Merupakan alat Bantu naik, alat ini sebagai
perkembangan dari prusik. Alat ini akan menjepit tali dengan amat baik ketika
beban bertumpu padanya, sehingga seseorang yang menggunakannya tidak dapat
melorot ke bawah. Apabila alat ini tidak mendapat beban, yaitu berat badan si
pemanjat, maka alat ini tidak lagi menjepit tali, sehingga dengan mudah
digeser-geser ke atas. Dengan demikian gerakan naik ke atas lewat seutas tali
dapat dilakukan dengan mudah dan baik, jauh lebih mudah daripada menggunakan
simpul prusik.
11. Descendeur
Merupakan alat Bantu turun atau kebalikan dari
Ascendeur. Alat ini merupakan perkembangan dari Figur Of Eight.
12. Baut,
Hanger, dan Bor Tebing
Baut tebing sampai sekarang dianggap titik
pengamanan yang paling aman. Pemanjatan artifisal yang menggunakan baut tebing
diberi nilai AO, aman sekali.
Sebuah lubang “diperhatikan” pada batuan dengan
selongsong logam yang bergigi ujungnya, selongsong tadi dipukul masuk sampai
pasak memekarkan ujung selongsong, menekan permukaan lubang dengan erat. Hanger
dipasang dengan baut pada ulir dalam selongsong itu.
13. Webing
(Tali pita)
Dapat digunakan untuk pengaman atau tali tubuh,
dan sering digunakan sebagai runners (titik pengaman) dan dapat juga dijadikan
Sling.
14. Shunt
(pengamanan panjat bebas)
Alat ini umumnya dikenal sebagai peralatan
speleologi, namun sebenarnya dapat juga digunakan dalam Rock Climbing. Kegunaan
utama lainnya adalah sebagai pengaman pada saat menuruni sumuran atau tebing
yang menggantung. Penguasaannya bisa dengan tali tunggal maupun tali ganda,
yang harus sama diameternya. Shunt menjepit dengan permukaan logam yang bulat
dan licin, sehingga kerusakan tali yang ditimbulkan lebih kecil.
15. Sloist
Fungsinya sama dengan Shunt, mekanisme pegas
Soloist baru efektif kalau dibebani berat badan pemanjat. Soloist tidak
langsung mengunci jika beban tidak menyentak, misalnya jika pemanjat jatuh pada
tebing yang slab, tidak vertikal atau overhang. Pemanjat akan melorot sedikit
sebelum berhenti tertahan mekanisme penjepit tali.
16. Grigri
Prinsip kerjanya sama dengan alat penambatan yang
umum dipakai, yaitu menekuk suatu bagian tali sehingga mengerem lajunya.
Bedanya grigri dilengkapi dengan suatu mekanisme pegas, yang otomatis akan
mengerem begitu terkena beban kejut dari pemanjatnya jatuh.
17. Perrin
Prinsip kerjanya adalah gabungan antara chock dan
friend (pengaman sisip pegas), yaitu pada celah yang menyempit ke bawah. Tetapi
pemasangannya mirip dengan friend, yaitu dengan lebih dahulu menarik tuas pegas
yang menguncupkan dua belah “sayap” di kepalanya, dan melepaskannya kembali
setelah berada pada posisi yang kita maui. Keuntungan dibandingkan chock biasa:
mudah dilepaskan, yaitu dengan menarik lagi tuas pegas. Kekurangannya dibanding
friend, tidak dapat dipergunakan pada celah yang sejajar atau melebar ke bawah,
maupun celah pada tebing yang menggantung (overhang) maupun atap (roof).
C. PENGENALAN
ROCK CLIMBING
Rock
climbing sendiri sebenarnya merupakan bagian dari “mountaineering”.
Karena kegiatan itu meliputi:
1. “Hill
walking/feel walking”, perjalanan mendaki bukit-bukit yang relatif landai. Tidak membutuhkan peralatan teknis
pendakian. Hal utama adalah jalur pendakian sudah tersedia.
2. “Scrambling”, pendakian setahap demi
setahap pada suatu permukaan yag tidak begitu terjal, tangan kadang-kadang dipakai
sebagai keseimbangan. Untuk pemula tali terkadang harus dipakai untuk pengaman
dan mempermudah gerakan.
3. “Climbing” dikenal sebagai suatu
perjalanan pendek yang umumnya memakan waktu lebih dari satu hari, hanya
rekreasi ataupun beberapa pendakian gunung yang praktis. Kegiatan pendakian
yang membutuhkan penguasaan peralatan dan teknik mendaki, bentuk climbing ada
dua macam, yaitu:
a.
“Rock
Climbing” pendakian pada tebing-tebing batu atau dinding-dinding karang. Jenis
pendakian ini akan diterapkan lebih lanjut.
b.
“Snow/ice
climbing” pendakian pada es dan salju. Pada pendakian ini peralatan-peralatan
khusus sangat diperlukan seperti “ice exe, crampon,dll”
Pada dasarnya “rock climbing” adalah
teknik memanjat tebing batu dengan memanfaatkan cacat batuan, baik benjolan
maupun rekahan. Tebing cadas yang curam merupakan ajang kegiatan alam yang
sangat mengasyikkan, terutama bagi pecandu “High Risk Sport”
Mengenal Cacat Batuan
a. Crack, biasanya terjadi pada permukaan
tebing karena prose salami. Dalam pendakian dikenal adanya 3 crack,
yaitu: slant, horizontal dan vertikal.
b.
Hold,
tidak jauh berbeda dengan crack. Karena bentuknya berbeda-beda, maka untuk
melakukan pemanjatan yang baik dibutuhkan teknik yang berbeda-beda, yaitu:
-
Hand
hold : Semua jari tangan menggenggam erat hold, karena bentuk hold besar.
-
Finger
hold : Bentuk hold pipih, maka jari tangan hanya menempel satu ruas.
-
Pinch grip : Bentuk hold amat kecil sehingga untuk
memegangnya hanya dengan cubitan saja.
-
Undercling : Bentuk
hold tidak memungkinkan untuk dipegang dari atas, sehingga dipegang dari bawah
dengan kaki menempel erat pada tebing.
-
Jamming : Sering
dijumpai crack terlalu lebar, harus disiasati dengan mengandalkan jepitan
tangan dan kaki.
-
Laybacking : Digunakan
pada celah vertikal, gaya tidak jauh berbeda dengan undercling dengan
memanfaatkan tekanan antar tubuh.
-
Bridging : Dengan
cara merentangkan tangan dan kaki.
Klasifikasi pendakian dalam pemanjatan
a. Klas I : Berjalan tegak tanpa peralatan.
b. Klas II : Medan agak sulit, perlu bantuan kaki dan
tangan.
c. Klas III : Medan agak curam, perlu teknik tertentu.
d. Klas IV : Kesulitan bertambah, tali dan pengaman sudah
digunakan.
e. Klas V : Rute semakin sulit, perlu banyak pengaman.
f. Klas VI : Pemanjatan sudah sepenuhnya bergantung pada
pengaman karena celah maupun pegangan tidak ada.
Tingkat kesulitan dalam pemanjatan
a. Grade I : Ditempuh dalam beberapa jam
b.
Grade II : Berkisar satu hari
c. Grade III : Ditempuh kira-kira sehari penuh.
d. Grade IV : Ditempuh seharian penuh dibawah klas 5.7 (klas
menurut Yosemite Decimal System)
e. Grade V : Butuh waktu 1,5 hari sampai 2,5 hari, medan
dibawah klas 5.8
f. Grade VI : Butuh waktu 2 hari atau lebih.
Klasifikasi pendakian tebing terjal
menurut Yosemite Decimal System tumpuan dua tangan
a.
5.0 s/d 5.4 : Terdapat tumpuan tangan dan dua kaki.
b. 5.5 s/d 5.6 : Terdapat tumpuan dua
tangan bagi yang berpengalaman, untuk pemula sulit menemukan tumpuan dua
tangan.
c. 5.7 : Gerakan kehilangan satu
pegangan/tumpuan/pijakan kaki.
d. 5.8 : Kehilangan dua tumpuan dari keempat tumpuan
atau kehilangan satu tumpuan tetapi cukup berat.
e. 5.9 : Hanya ada satu tumpuan yang pasti untuk kaki
dan tangan.
f. 5.10 : Tak ada tumpuan tangan atau kaki, pilihannya
adalah anda pura-pura ada pegangan, berdoa atau pulang ke rumah.
g. 5.11 : Setelah diperiksa, disimpulkan, gerakan ini
tidak memungkinkan, meski ada beberapa orang yang bisa.
h. 5.12 : Permukaan vertikal dan licin seperti gelas,
belum ada orang yang pernah baik meski ada yang mengaku-aku.
i.
5.13 : Sama
seperti 5.12 cuma terletak di bawah over hang.
Pemanjatan dengan tali pengaman/prosedur pendakian
1. Leader dan belayer mengamati lintasan dan
memikirkan teknik pemanjatan.
2. Menyimpan perlengkapan yang akan dipakai.
3. Untuk leader, perlengkapan teknis harus
diatur sedemikian rupa agar mudah untuk diambil dan tidak menganggu gerakan.
Tugas leader adalah untuk membuka jalur lintar untuk diri sendiri dan pemanjat
selanjutnya. Untuk belayer, memasang ancjhor dan merapikan alat-alat. Tugasnya
adalah memberitahu/membantu mengamankan, memperhatikan tali dan aba-aba dari
leader.
4. Bila leader dan belayer sudah siap memulai
pendakian segera berikan aba-aba.
5.
Bila ketinggian sudah mencapai satu pitch, ia harus
memasang anchor.
6. Leader yang sudah memasang anchor di atas
selanjutnya bertindak sebagai belayer.
Macam-macam istilah
belay:
-
Top rope belay
-
Static belay
-
Dynamic belay
-
Running belay
Pemanjat pertama/perintis (leader) kalau diamankan
dari bawah nama pembelanya disebut “lower belaying”.
Sesampai di atas leader yang menjadi belayer
dinamakan “upper belayer”. Catatan: untuk pemanjat terakhir sambil
melakukan cleaning.
D. TEKNIK
TALI TEMALI
Pada dasarnya hanya ada beberapa macam
simpul dasar. Sebuah simpul harus sederhana, mudah dibuat, tidak mudah lepas
dengan sendirinya, tetapi dapat lepas bila dikehendaki, antara lain:
2. Simpul
pita
3. Simpul
Figur Of Eight (simpul delapan)
Simpul
ini yang biasa digunakan untuk dipasangkan pada achor.
figure eight knot |
figure double eight knot |
4. Fisherman’s
Knot
5. Bowline
Knot (simpul kambing)
6. Simpul
Italian
7. Simpul
Prusik
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar