MENDAKI GUNUNG ITU MENYENANGKAN
(pengetahuan
dasar kegiatan pendakian gunung)
“mendaki gunung, lewati lembah,… bersama
teman bertualang,…” (theme song
Ninja Hattori)
I.
PENDAHULUAN
Tak dapat dipungkiri lagi, bahwa kegiatan alam bebas
(outdoor
activity) terutama mendaki gunung,
dalam beberapa dekade terakir ini peminatnya semakin bertambah.
Terbukti dengan semakin berkembangnnya organisasi–organisasi, klub–klub dan
komunitas kegiatan alam bebas baik di tingkat SMA, Universitas swasta atau negeri,
dan juga masyarakat umum. Bahkan
sekarang bermunculan sekolah pendaki gunung ataupun paket wisata perjalanan yang
berkenaan dengan kegiatan pendakian. Hal ini tentunya sangat menggembirakan untuk
perkembangan kegiatan ini.
Walaupun
mendaki gunung bukan “barang baru”, tetapi masih ada juga
orang yang memandang pendakian sebagai kegiatan yang aneh, buang–buang tenaga,
waktu, dan uang. Terkadang masih ada pertanyaan–pertanyaan klise, “mau apa sih ke gunung?” atau “ada apa sih di gunung?”. Pertanyaan sederhana
tetapi sering membuat kesal ketika menanggapinya. George F. Mallory, seorang
pendaki profesional dari Inggris menjawab, “karena
gunung ada di situ!”. Sementara Walter Bonaitty seorang pemanjat tebing
profesional menjawab, ”karena gunung
beserta hukum yang ada padanya merupakan sekolah yang baik untuk pembinaan
watak manusia”.
Suatu hal
yang membanggakan, bila kita berhasil melakukan sesuatu yang orang lain jarang
dapat atau bahkan tidak mau melakukannya. Kepuasan batin akan terpenuhi, itulah manfaat psikologis yang akan kita peroleh,
disamping kesehatan jasmani yang akan kita dapatkan. Pendakian gunung menuntut kondisi
fisik dan mental yang tangguh serta diperlukan kematangan berfikir dalam
menghadapi atau memecahkan masalah. Secara tidak langsung kegiatan ini mendidik
manusia untuk menghargai dan mencintai
alam dan akan lebih mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Pada saat itu kita
akan menyadari betapa kecilnya manusia di hadapanNya.
Seorang pendaki
tidak akan mengeluh dan putus asa dalam menghadapi kesulitan, sebab mereka
sudah terbiasa menghadapinya di alam bebas. Dari alam kita dapat belajar dan
menimba begitu banyak pengalaman. Perlu ditekankan bahwa mendaki gunung adalah
kegiatan berisiko tinggi (high risk
activity) dan bukan kegiatan yang bisa dientengkan.
Kegiatan ini dapat menumbuhkan rasa percaya diri, naluri solidaritas, kerja
sama, kerja keras, keberanian, keuletan, menghargai dan mencintai lingkungan
dan tentu saja kegigihan menghadapi
tantangan. Disamping dituntut fisik yang baik, pengetahuan tentang karakter
alam, kondisi geografis, dan teknik mendaki juga diperlukan. Kalau
tidak, aktivitas ini hanyalah akan menjadi arena “capek” dan ajang ”bunuh diri”
saja.
II.
BAHAYA SUATU PENDAKIAN
Banyak berita yang kita dengar tentang keberhasilan sekelompok pendaki di gunung es
yang dikategorikan tempat yang mustahil untuk didaki. Tetapi tidak sedikit pula
berita tentang kecelakaan yang menimpa pendaki gunung, padahal gunung yang
didaki termasuk biasa saja. Mengapa hal
itu bisa terjadi?
Mendaki gunung memang banyak bahaya. Secara garis
besar penyebab kecelakaan atau bahaya di gunung dikelompokkan dalam dua faktor.
Faktor pertama adalah kecelakaan subyektif (subjective
danger), artinya adalah kecelakaan yang disebabkan oleh pendaki itu
sendiri. Misalnya, kondisi fisik
yang kurang prima, terlalu meremehkan medan, sok jago, peralatan yang minim dan
cenderung seadanya, kurang pengetahuan dan lain sebagainya. Faktor kedua adalah
bahaya yang berasal dari obyek pendakian (faktor alam). Bahaya obyektif (objective danger) misalnya badai, tanah
longsor, gas beracun dan lain sebagainya.
Kecelakaan
pendaki gunung yang umumnya terjadi di Indonesia adalah berasal dari faktor subyek yang kurang
dalam melakukan persiapan sehingga pada akhirnya tidak siap menghadapi segala kemungkinan
terburuk. Sedangkan bahaya obyek tidak terlalu besar. Gunung di Indonesia hanya dipengaruhi oleh dua
musim, musim kemarau dan musim hujan.
Suhu rata-ratanya pun masih di ambang normal. Secara umum bahaya obyek ini masih
bisa diperhitungkan, meskipun sebenarnya jauh lebih mudah untuk memperhitungkan
faktor subyek tadi. Logikanya adalah ketika semua sarana penunjang kita
siapkan, maka kita akan bisa bertahan dalam segala kemungkinan kondisi medan,
cuaca dan suhu yang terburuk.
Kecelakaan
bisa terjadi di mana saja dan kapan saja.
Manusia hanya bisa bertindak hati–hati, tetapi kalau Tuhan telah menentukan kita
tak bisa berbuat apa–apa. Tetapi minimal kita harus selalu bersiap
mengantisipasi apa yang akan terjadi,
sehingga risiko kecelakaan akan terkurangi.
III. PERSIAPAN
MENDAKI GUNUNG
Baik
buruknya hasil suatu kegiatan tergantung dari persiapannya, Amat Victoria Churam (pemenang adalah
mereka yang melakukan persiapan). Begitu juga dengan mendaki gunung, banyak hal
yang mesti kita lakukan dalam rangka mempersiapkan diri untuk sebuah pendakian, diantaranya adalah:
1.
Perencanaan Perjalanan
Langkah
awal setelah diputuskan gunung mana yang akan didaki selanjutnya adalah dilakukan
survey awal dengan mengumpulkan data dan informasi tentang gunung tersebut. Yang
meliputi berapa ketinggian gunung tersebut, bagaimana kondisi medannya, rute alternatif jalur pendakiannya,
keadaan cuacanya, jalur transportasinya, demografinya dan informasi lain–lain yang
sekiranya diperlukan.
Informasi
ini bisa diperoleh dari media massa, media online, orang yang pernah mendaki
gunung tersebut atau bertanya ke instansi yang terkait dengan kegiatan ini
misalnya Balai Taman Nasional. Setelah
informasi ini diperoleh, kemudian dipelajari. Dengan demikian kita akan
bisa memperkirakan peralatan apa saja yang kita butuhkan, jumlah logistik, lama
waktu pendakian serta biaya yang akan kita butuhkan.
2.
Peralatan penunjang
Agar
pendakian dapat berjalan lancar, peralatan
yang baik dan standart sangat kita
perlukan. Sekarang ini peralatan penunjang pendakian semakin berkembang jenis
dan variasinya. Banyak pilihan yang bisa kita tentukan karena semua itu juga
untuk menunjang kenyamanan kita dalam melakukan perjalanan. Berikut ini
beberapa macam peralatan yang secara
umum kita perlukan:
a.
Ransel (carrier
bag pack)
Ransel adalah peralatan terpenting ketika melakukan
pendakian, karena ransel inilah yang akan memuat alat alat dan kebutuhan
pendaki selama berada di alam bebas. Karena itu dianjurkan sebaiknya tidak
menggunakan ransel day pack kecuali
jika kita menggunakan jasa porter
Berikut ini adalah ciri ransel yang baik :
Ø
Bahan kuat dan tidak mudah robek, memiliki zipper yang kuat dan lentur.
Ø
Tidak tertembus air (Waterproof) atau dilengkapi dengan cover bag.
Ø
Ringan dalam keadaan kosong.
Ø
Mempunyai sistem sirkulasi udara yang baik (air bag system) sehingga punggung tidak
terasa panas saat dipakai.
Ø
Dilengkapi dengan pembagi beban (hiploading) sehingga beban merata pada
punggung, pundak, dan otot perut.
Ø
Setiap bagian dapat dipisah (Knock down), sehingga Kapasitas maupun bentuk dapat disesuaikan
dengan aktivitas dan kemampuan pemakai.
Ø
Enak untuk dibawa, dan terasa menyatu dengan
tubuh (Togetherness).
b.
Sepatu gunung (trekking
shoes)
Jenis sepatu yang baik menurut standart pendakian gunung
dan pakaian lapangan kemiliteran yaitu
sepatu yang dapat menutup mata kaki, dengan sol sepatu terbuat dari
karet dengan kembangan/ gigi yang dalam, bahannya lentur, kuat tetapi masih
memberikan sirkulasi udara yang cukup sehingga terasa nyaman di kaki, serta
tidak terlalu berat ketika dipakai untuk berjalan di medan yang terjal contoh
merk sepatu lapangan yang memenuhi standart adalah timberland.
c.
Jaket (wind breaker)
Jaket yang
baik mampu menjaga kehangatan tubuh kita, usahakan bahan yang dipilih mempunyai
minimal 2 lapisan dengan bagian luar kedap angin misal parasut, gore-tech,
ballon. Jangan memakai jaket dari bahan
yang mudah menyerap dingin, misalnya jeans.
d.
Ponco/ jas hujan (rain
coat)
Berfungsi
sebagai pelindung dari hujan. Terdapat dua jenis, yaitu yang berupa baju dan celana atau yang berupa
lembaranm persegi panjang. Masing-masing
memiliki kelebihan dan fungsi sendiri–sendiri.
e.
Kantong Tidur (sleeping
bag)
Berfungsi
untuk menjaga agar badan tetap
hangat apabila kita tidur di gunung. Kantung tidur perlu dipilih yang
praktis, ringan dan tidak terlalu besar. Bila terbuat dari kapas atau wool
pilihlah yang mempunyai lapisan kedap angin, tetapi yang terbaik adalah yang terbuat
dari bahan down atau duvet (bahasa Prancis) yaitu bulu-bulu
halus dari unggas akuatik, biasanya angsa atau bebek. Bahan ini mampu menjaga
kehangatan badan kendati suhu udara mencapai titik di bawah nol derajat
celcius.
f.
Tempat Air (water
pouch)
Sangat
perlu dibawa karena biasanya di gunung kita kesulitan mendapatkan air bersih.
Tempat air perlu dipilih yang praktis dan tahan terhadap panas, besarnya disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi gunung.
g.
Kompor Lapangan (butterfly
stove)
Bentuknya
kecil dan sangat praktis untuk dibawa kemana-mana. Bisa yang berbahan bakar padat (seperti paraffin)
atau yang berbahan bakar gas.
h.
Nesting (cooking
set)
Nesting
atau panci kecil serba guna, untuk wadah
memasak makanan dan minuman. Terbuat dari alumunium yang cepat menghantarkan panas, ringan serta praktis.
i.
Tenda (doom tent)
Digunakan
untuk tempat berteduh dan melindungi diri dari udara luar, perubahan suhu yang
ekstrim, serta kemungkinan gangguan binatang
liar. Pilihlah tenda yang berbahan kuat, ringan, praktis dan tidak tertembus air
hujan atau udara dingin. Tenda juga harus mempunyai sistem ventilasi udara yang
baik sehingga tidak pengap dan panas saat siang hari.
j.
Mathras (sleeping
math)
Digunakan sebagai alas tidur di dalam tenda, mathras
juga digunakan sebagai cover bagian
dalam untuk pengepakan barang di dalam carrier
bag pack.
k.
Obat – obatan (first
aid kit)
Ini tidak
bisa kita abaikan begitu saja, karena penting untuk menjaga segala kemungkinan
yang akan terjadi. Terutama mereka yang menderita penyakit khusus dan
memerlukan obat yang khusus pula.
l.
Senter (flash light/
haed lamp)
Senter
adalah alat penunjang yang sangat penting apabila kita melakukan perjalanan
malam (sebagai alat penerangan) perlu
juga membawa battery dan bohlam cadangan.
m.
Pisau (knife)
Pilihlah
pisau lapangan yang praktis dan serbaguna, sebaiknya memilih pisau yang dapat
dilipat sehingga lebih praktis untuk disimpan misalnya: victorynox, tramontina.
n.
Alat navigasi (navigation
tool)
(protaktor,
kompas, alat tulis, marker, busur 3600, penggaris, peta topografi
gunung yang didaki).
o.
Pakaian (dry
cloth)
Pakailah baju dan celana lapangan yang terbuat dari
bahan yang ringan, lembut, hangat dan cepat kering. Untuk baju pilihlah yang
berbahan cotton flannel atau repstock. Untuk kaos pilihlah yang
berbahan cotton combed atau cotton cardet. Untuk celana pilihlah
yang berbahan parasut atau repstock.
Dianjurkan untuk tidak memakai pakaian berbahan jeans karena bahan jeans itu
berat, menyerap dingin, dan menjadi lebih berat dan ketat ketika basah.
p.
Kaos tangan (hand
glove)
Pilihlah sarung tangan yang menutupi semua jari tangan
sampai pergelangan. Jangan menggunakan sarung tangan motor.
q.
Peralatan lain seperti alat ibadah, hanphone, HT,
suar,…
Peralatan
tersebut di atas adalah peralatan minimum (standart
packing) yang harus kita usahakan dalam pendakian (diluar makanan/logistik).
Tetapi tentu saja kita perlu juga sesuaikan dengan tingkat kenyamanan masing
masing individu dan kondisi gunung yang akan kita daki. Bisa saja kita memerlukan
perlengkapan tambahan lain seperti thermometer,
balaclava, thermolight, geitter, webbing, carnmantel, survival kit,...
Tetapi mungkin juga kita tidak
memerlukan hal itu. Peralatan yang kita bawa harus disesuaikan dengan kapasitas
carrier, tingkat kebutuhan dan
kemampuan fisik kita. Sebaiknya jangan membawa peralatan yang kurang diperlukan
seperti semir sepatu, catokan rambut, gantungan baju, setrika,... Karena beban
atau peralatan yang berlebihan justru akan mengganggu kelancaran perjalanan
kita.
3.
Makanan dan minuman
Mendaki
gunung memerlukan energi lebih. Oleh karena itu perlu diingat makanan yang kita
bawa haruslah yang dapat memenuhi kebutuhan kalori yang cukup untuk mengganti energi
kita selama perjalanan, jangan hanya asal kenyang. Selain itu juga harus
praktis dan tahan lama. Makanan
instant seperti biscuit, cereal, ransum, dan cokelat lebih mudah
cara pengolahannya dan mengandung kalori yang lebih tinggi dibandingkan nasi. Contoh produk makanan instant yang
berkalori tinggi adalah power bar dan
seven ocean.
- Maksud
dan tujuan pemilihan bahan makanan
a.
Sebagai sumber energi (berhubungan dengan kalori yang
dikandung)
b. Memelihara
kondisi tubuh agar tetap sehat (berhubungan dengan komposisi gizi yang
dikandung)
-
Persyaratan makanan
a.
Cukup mengandung sumber kalori yang dibutuhkan tubuh
dan mempunyai komposisi gizi yang memadai serta tidak asing bagi lidah.
b.
Tahan lama serta mudah pengolahannya, ringan dan mudah
diperoleh.
c.
Sedapat mungkin siap pakai, atau bila harus dimasak
tidak lebih dari 15 menit.
d.
Hemat dalam pemakaian air dan bahan bakar untuk
memasaknya
-
Langkah menentukan komposisi makanan
a.
Perkirakan kondisi medan dan cuaca terburuk, aktivitas
yang akan dilakukan, berapa lama alokasi waktu yang dibutuhkan. Selanjutnya
dihitung jumlah kalori yang dibutuhkan per harinya.
b. Susun
daftar makanan yang memenuhi syarat di atas dan kelompokkan menurut komposisi
dominan. Mana yang dominan Hidrat Arang
(HA), dominan Lemak (LE), dominan Protein (PR). Kemudian hitung masing-masing
kalori totalnya (biasanya dapat ditemukan pada kemasannya)
c.
Aturlah komposisi makanan menurut pertimbangan sebagai
berikut:
- Total konsumsi kalori per hari sebaiknya tidak
kurang dari kebutuhan kalori tubuh
-
Perbandingan
berat kandungan Hidrat Arang (HA):Lemak (LE):Protein (PR)=6:3:1
-
Perbandingan
tersebut meningkat untuk HA pada makan pagi dan siang
-
Nilai
kalori bahan makanan dihitung per 100 gr saat siap santap
DAFTAR KEBUTUHAN KALORI TUBUH
Kandungan kalori per gramnya
Hidrat
Arang (HA)=4 kal/gr
|
Lemak
(LE)=9 kal/gr
|
Protein
(PR)=4 kal/gr
|
Kebutuhan kalori per 100 pound berat badan
atau sama dengan 45 kg
1.
|
Metabolisme basal (tidur) dalam
keadaan normal
|
1100 kal/
hari
|
2.
|
Aktivitas tubuh
|
|
Jalan
kaki 2 mil/jam
|
45 kal/jam
|
|
Jalan
kaki 3 mil/jam
|
90 kal/jam
|
|
Jalan
kaki 4 mil/jam
|
160
kal/jam
|
|
Memotong/
menebas kayu
|
260
kal/jam
|
|
Makan
|
20 kal/jam
|
|
Duduk
(diam)
|
20 kal/jam
|
|
Membuat/
membongkar tenda
|
50 kal/jam
|
|
Menggigil
|
220
kal/jam
|
|
3.
|
Specific dynamic act.
|
(6-8%)
dari 1+2
|
4.
|
Total
kebutuhan kalori per hari
|
1+2+3
|
*
CONTOH RENCANA
PAKET MAKANAN BERDASARKAN AKTIVITAS
Data
|
· Berat badan = 120 pound (dianggap
tetap)
· Berat beban = 40 pound (dianggap tetap)
|
Aktivitas tubuh
|
· Jalan kaki rata-rata 300mph selama 6 jam/hari
· Menebas
2 jam/hari
· Mendirikan tenda
2 jam/hari
· Orientasi medan (memanjat pohon,
berteriak) 2 jam/hari
· Makan, minum
1,5 jam/hari
· Menggigil
2 jam/hari
|
*
Jumlah kalori yang dibutuhkan per hari
No
|
Macam
Aktivitas
|
Perhitungan
|
Kalori
|
1.
|
Metabolisme basal (tidur)
|
(120/100).1100
|
1320 kal
|
2.
|
Aktivitas tubuh
|
||
Jalan kaki medan tanjakan
|
((120+40)/100).(1,5).(6)
|
1296 kal
|
|
Menebas
|
(120/100).(260).(2)
|
624 kal
|
|
Mendirikan tenda
|
(120/100).(50).(2)
|
120 kal
|
|
Makan, minum
|
(120/100).(1,5)
|
36 kal
|
|
Menggigil
|
(120/100).(220).(2)
|
528 kal
|
|
3.
|
Specific dynamic act.
|
8%
|
314 kal
|
Total kalori per hari
|
4298 kal
|
*tabel–tabel dan perhitungan ini hanya sebagai contoh, dan tidak akan
dijelaskan lebih lanjut pada materi ini
Kebutuhan
minum juga jangan diabaikan apalagi jika gunung yang didaki memiliki trek yang
panjang, terjal dan tandus. Dari hasil penelitian ternyata fisik pendaki dapat terganggu karena kurangnya asupan cairan dalam tubuh
(dehidrasi). Akan lebih baik lagi kalau air
yang dibawa juga mampu memberikan sumbangan kalori seperti air kelapa
atau isotonik, jadi tidak hanya sekedar mampu menghilangkan rasa haus saja. Jangan
membawa minuman beralkohol. Walaupun untuk sementara dapat menghangatkan tubuh,
tetapi minuman beralkohol sebenarnya dapat menyebabkan pori – pori kulit dan pembuluh
darah kulit mengembang, sehingga udara
dingin mendapat peluang lebih banyak untuk masuk. Lagipula minuman beralkohol dapat menyebabkan kondisi yang kurang baik seperti hilang keseimbangan tubuh, dan berkurangnya
tingkat kesadaran.
4.
Persiapan fisik
Mendaki gunung melibatkan semua golongan otot besar,
sehingga membutuhkan kekuatan yang cukup
baik. Tenaga tidak hanya digunakan untuk naik dan turun saja, tetapi juga
digunakan untuk mengangkat beban dan
menembus hutan lebat, belum lagi kalau
sampai tersesat, tentu akan dibutuhkan tenaga ekstra. Untuk itu sangat perlu
diadakan latihan fisik terprogram agar
otot-otot kita kuat dan mempunyai daya tahan yang baik. Selain itu perlu juga melatih
persendian kita agar dapat bergerak dengan lentur dan leluasa.
Program
latihan harus melibatkan minimal dua latihan inti sebagai pemusatan latihan
dasar (basic training center). Badan
bagian atas seperti punggung, bahu dan tangan serta badan bagian bawah seperti
kaki dan betis. Untuk melatih badan bagian atas bisa dengan push up, scotch jump, senam dan angkat beban. Sedangkan untuk badan bagian
bawah dapat dengan jogging atau bersepeda.
Persiapan
fisik sebelum pendakian sebenarnya sangat mutlak diperlukan dan harus dilakukan,
terutama bagi pendaki pemula. Hal ini dimaksudkan untuk melakukan penyesuaian tubuh
dengan kondisi medan pendakian dan perubahan suhu yang ekstrim. Akan tetapi
persiapan fisik ini justru seringkali diabaikan dan dianggap bukan menjadi
bagian yang penting dari persiapan pendakian.
IV. TEKNIK PENGEPAKAN
Disamping
perlu mempersiapkan perlengkapan,
peralatan dan persiapan fisik serta mental yang baik, dalam mendaki gunung perlu juga kita mengetahui teknik dan seni menata
barang-barang kita dalam satu tempat yang terbatas. Teknik pengepakan semacam
ini biasa disebut packing. Hal yang
perlu diperhatikan dalam packing
adalah bahwa semua barang harus muat dan tertata dengan rapi. Packing seharusnya juga mudah untuk
dibongkar. Pengetahuan packing ini
diperlukan agar kenyamanan selama perjalanan semakin terjamin, apalagi kalau
perjalanan jauh yang membutuhkan waktu lebih dari satu hari.
Langkah
awal sebelum packing adalah melakukan
check list kebutuhan barang bawaan. Setelah semua barang
yang akan dibawa kita kumpulkan, kemudian dicatat. Masukkan barang-barang yang mudah pecah dalam
tempat khusus yang bisa melindunginya dari benturan. Kalau ransel yang kita
bawa tidak tahan air, masukkan semua jenis barang ”pakai” seperti pakaian
ganti, jaket, sleeping bag, sarung
dan lain sebagainya dalam kantong-kantong
plastik untuk menghindari kemungkinan basah terkena air. Kemudian
pisahkanlah barang-barang bawaan sesuai dengan jenis, tingkat keperluan dan
waktu penggunaannya.
Dalam memasukkan
barang-barang ke dalam ransel bagilah beban secara merata dalam body ransel agar beban ransel yang kita bawa dapat terbagi dengan merata
dan seimbang, jadi beban tidak hanya bertumpu pada satu tempat saja. Barang-barang
yang sewaktu-waktu diperlukan dan akan sering dikeluarkan seperti senter, snack,
tempat air minum, jas hujan, flysheet
dan obat-obatan, seharusnya ditempatkan
pada tempat-tempat yang mudah terjangkau. Sehingga bila diperlukan
secepatnya tidak usah membongkar semua barang dalam ransel. Usahakan jangan
sampai ada tempat-tempat kosong, kalau
perlu tekan sekuat-kuatnya agar
semua barang bisa masuk dan nampak lebih
padat. Manfaatkan tempat se-efisien mungkin karena barang yang kita bawa tentunya tidak sedikit.
Selain
untuk kenyamanan, teknik packing juga
merupakan seni tersendiri, yaitu bagaimana membuat ransel tampak rata, tegak,
padat, rapi, dan indah dipandang mata, tidak menonjol ke mana-mana. Seni packing ini terus berkambang dari masa
ke masa.
Dengan
tempat yang terbatas sementara barang yang di-packing tidak sedikit. Salah satu seni dan teknik packing adalah dengan memasukkan mathras ke dalam ransel pada sisi vertikalnya,
usahakan semua barang yang masuk ke dalam body
ransel ter-cover di dalam matras.
Maksud dari teknik ini adalah agar bentuk ransel padat, rata dan halus.
V.
TEKNIK
PERJALANAN
Berjalan di punggung gunung berbeda dengan berjalan di jalan landai. Berjalan di punggung gunung memerlukan teknik khusus
karena disamping curam, terjal dan berliku-liku juga biasanya hanya berupa jalan setapak yang hanya bisa dilewati satu-satu.
Awal berjalan
mulailah dengan
langkah-langkah kecil, setelah mengerti medan dan menemukan ritme, perjalanan bisa dipercepat tetapi masih teratur. Karena langkah yang terlalu cepat dan dipaksakan akan cepat
menguras tenaga sehingga cepat lelah. Sebagai contoh, kalau berjalan datar anda
dapat berjalan dengan langkah-langkah pendek dan teratur. Melintasi jalan di gunung jangan dengan berlari-lari,
apalagi di medan yang berliku dan curam. Risikonya terlalu besar.
Pendakian
gunung merupakan perjalanan yang panjang dan menguras tenaga, karena itu berjalanlah
sesuai dengan kemampuan masing-masing. Jangan memaksakan diri, dan juga jangan terlalu
kaku, berkomunikasilah dengan pendaki lain dan nikmatilah pemandangan alam di
sepanjang perjalanan, secara psikologis hal tersebut dapat mengalihkan
perhatian kita dari rasa lelah karena lama berjalan.
VI. PENYAKIT GUNUNG
Pada
dasarnya penyakit yang mungkinan muncul saat
mendaki gunung termasuk ke dalam faktor yang dapat diperhitungkan sebelumnya. Pendaki
yang sudah mempersiapkan segalanya akan
lebih mudah dan mampu mengantisipasi segala kemungkinan, daripada pendaki yang belum siap.
Salah satu penyakit yang ser8ing dialami pada saat pendakian
gunung-gunung di Indonesia adalah mountain
sickness lazim disebut sebagai penyakit gunung atau penyakit ketinggian.
Dalam keadaan yang akut terkadang orang sering salah, penyakit ini sering diduga
sebagai hypothermia.
Mountain
sickness timbul karena pasokan oksigen ke otak mengalami keterlambatan yang
disebabkan oleh pengaruh kadar oksigen yang semakin menipis pada ketinggian
tertentu (hypoksia) dan mulai
menyerang pada ketinggian + 2000 m dpal, tetapi bagi yang kesegaran
jasmaninya baik gejala ini mulai terasa pada ketinggian + 4000 m dpal.
Pendaki yang terkena pengaruh hypoksia menunjukkan gejala seperti kepala berkunang – kunang, nafas
menjadi berat dan sesak, nafsu makan hilang, mual, terasa ingin muntah, kedinginan
yang mendadak, badan terasa lemas, jantung berdenyut lebih cepat, mengantunk
tetapi tidak bisa tidur, pucat, ujung kuku
dan bibir terlihat kebiruan.
Penanggulangannya
adalah dengan mengistirahatkan penderita agar kebutuhan oksigen tubuh dapat
berkurang. Gejala terparah akan dapat berkurang setelah beristirahat selama +
24 jam. Tetapi kalau masih belum cukup, langkah yang terbaik adalah turun dari
ketinggian tersebut. Keseluruhan gejala ini umumnya akan berkurang setelah ketinggian
dikurangi 500 m atau 600 m vertikal dari
tempat semula.
Cara lain
adalah dengan bantuan pernapasan melalui
tabung oksigen atau oxycan. Tetapi
biasanya jarang sekali orang yang menggunakannya kecuali pada pendakian yang di
atas 7000 m dpal.
VII. PENUTUP
Secara
umum penyebab klasik dari ketidaklancaran suatu pendakian di indonesia sebagian
besar berasal dari faktor pendaki sendiri. Fisik yang tidak prima, sok jago, peratalan
minim dan tidak memadai serta kurangnya persiapan. Dari sini dapat diambil
kesimpulan bahwa sebelum mengadakan pendakian kesiapan kita harus menjadi
prioritas dan perhatian utama.
Mendaki
gunung adalah kegiatan yang berisiko tinggi, tetapi kalau sudah mempersiapkan
diri dengan baik, risiko ini dapat dikurangi. Kegiatan yang sering dikatakan
aneh dan tidak bermanfaat ini akan
berubah menjadi aman dan bermanfaat serta menyenangkan.
”SELAMAT
MENDAKI”
REFERENSI :
-
Edwin,
Norman., 1978, ”Mari Mendaki Gunung” (Panduan Dasar Mendaki Gunung), Jakarta.
-
Giri Bahama UMS, KMPA., 2001, Materi Jungle
Track VII KMPA Giri Bahama UMS, Surakarta: tidak dipublikasikan.
-
SEKBER
PPA DIY., 2005, Materi Latgab Pokja Gunung Hutan, Jogjakarta: tidak
dipupblikasikan.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar